CERPEN 1
TUJUH TAHUN
TUJUH TAHUN
Pacar
pertama bukan berarti cinta pertama. Ah, bahkan aku tak mengerti apa itu cinta.
Bel tanda masuk ujian telah berbunyi, sesaat sebelum masuk
ruangan ujian, kami telah membicarakan tentang dengan siapa kami akan duduk
nanti di dalam kelas. Kami, siswa baru kelas 1C akan duduk bersebelahan dengan
kakak kelas 3C. Aku tak peduli, bahkan tentang mata pelajaran yang akan
diujikan hari ini saja pun aku sangat tidak peduli.
Hari ini adalah hari pertama aku mengikuti ujian di sekolah
menengah pertamaku ini. Ku letakkan kepalaku yang terasa semakin berat di atas
meja belajar kelas. Test belum dimulai pun kepalaku sudah terasa sangat berat.
Dengan kepala yang masih kuletakkan di atas meja, aku
melihatmu duduk di sampingku. Kau terlihat begitu siap. Duduk dan meletakkan
segala macam jenis alat tulismu yang begitu lengkap, tak seperti aku yang hanya
membawa sebatang pensil, bolpoin, dan secuil penghapus. Aku tertawa dalam hati,
kau pria yang lucu yang telah mempersiapkan segala sesuatu dengan sempurna,
begitu jauh berbeda denganku.
Aku memperhatikanmu yang tak sadar jika sedang ku amati.
Melihatmu menunggu guru memberikan lembaran soal yang siap untuk kau santap.
Kau terlihat begitu cerdas dimataku. Sesuatu yang terlihat menarik untukku.
Yang memaksa mataku untuk terus melirik ke arahmu.
Soal telah tertumpuk di hadapan kita. Siap membuat otak dan
pikiranku belingsatan. Sembari menunggu bel tanda mengerjakan berbunyi, kita
sama-sama memanjatkan doa kepada sang pencipta. Dari situ aku tahu, kita
berbeda ajaran. Aku menundukkan kepalaku untuk berdoa memohon kepada penciptaku
agar memperoleh kemudahan di hari awal aku mengikuti ujian tengah semester SMP
ku. Dan kau, mengaitkan jemari kedua tanganmu untuk memohon kepada Tuhan mu atas
permohonan ujian yang sudah sering kau lewatkan di sekolah ini.
Sedikit
kecewa. Menyadari kenyataan, kau selangkah menjauh dari khayalanku.
Selesai berdoa, aku gadis kecil yang tak bisa diam dengan berani mananyakan namamu.
Selesai berdoa, aku gadis kecil yang tak bisa diam dengan berani mananyakan namamu.
“kakak,
namanya?”
“ha?” aku
tahu pertanyaanku begitu tidak jelas dan ambigu mungkin, hingga kau hanya
menjawab dengan sepotong pertanyaan ‘ha?’. Ah begitu lucu dirimu.
“iya, nama
kakak siapa?”.
“oh, Evan”.
Jawabnya sepotong lagi.
“aku Sita.
Nggak Tanya ya? Ya udah”. Aku menyambung. Sengaja membuat pertanyaan dan
jawaban sendiri untuk menghibur diri. Sedikit kesal dengan sikapnya yang begitu
dingin. Obrolan di hari pertama yang sangat singkat. Tidak seperti
teman-temanku yang lain yang telang mengobrol akrab dengan kakak kelas yang
duduk di sebelahnya.
Hari pertama berakhir.
Hari pertama berakhir.
Hari ini, hari kedua ujian berlangsung. Dan aku lupa dengan
namanya. Kakak kelas yang sedingin kulkas itu. Bel masuk berbunyi, kami pun
segera masuk dan menempati kursi kami masing-masing.
Waktu untuk
mengisi data diri pada lembar jawab milik kami. Aku berusaha melirik lembar
jawab milik kakak kelas di sampingku. ‘Evan Budianto’. Yah. Akan ku ingat
namanya.
Hari kedua berlalu, dan sama sekali tidak ada obrolan di antara kami berdua. Begitu pula dengan hari seterusnya.
Hari kedua berlalu, dan sama sekali tidak ada obrolan di antara kami berdua. Begitu pula dengan hari seterusnya.
Hari ini, hari terakhir ujian tengah semester. Betapa
bahagianya diriku. Aku merasa seperti melihat cahaya surga setelah sekian lama
berjalan di atas panasnya neraka. Baiklah, mungkin itu sedikit berlebihan.
Tak kuduga, saat aku tengah belingsatan mencari jawaban yang
benar di antara yang benar dalam lembar soalku, sesuatu yang kuanggap sebagai
keajaiban terjadi. mungkin agar pengawas tidak melihatnya jika dia sedang
mengajariku, kak evan menunjukkan jawaban untukku dengan bolpoinnya.. Seketika
itu aku mengalihkan pandanganku ke arah wajahnya. Dia tersenyum. Manis sekali.
Keajaiban yang kurasakan, untuk pertama kali. Aku jatuh cinta.
Keajaiban yang kurasakan, untuk pertama kali. Aku jatuh cinta.
Bel tanda ujian berakhir berbunyi. Seharusnya aku bahagia
ujian telah selesai. Namun entah mengapa, aku merasa sedikit kecewa, mengapa
ujian ini memisahkan aku dengan cinta pertamaku?
Setelah ujian berakhir, aku begitu berubah. Aku begitu
bersemangat untuk berangat sekolah. Mencari tempat duduk di kelas yang
berdekatan dengan jendela, agar aku bisa melihat kak Evan dari kelasku, karena
memang kelas 1C dan 3C berseberangan. Begini rasanya cinta. Mencari-cari alasan
untuk keluar kelas agar bisa mengamatinya dari dekat. Degup jantung terasa
semakin cepat, dan sulit sekali untuk mengatur napas.
Berbulan-bulan setelahya, Ujian kembali diadakan. Kelas 1C
kembali dihadapkan dengan kelas 3C. Aku begitu bahagia. Bukankah aku akan duduk
sebangku lagi dengan kak Evan?
Kebahagiaan itu memudar ketika aku memasuki ruangan, dan kak
Evan tidak lagi duduk di sampingku, melainkan duduk di depanku. Ah masa bodoh,
aku jatuh cinta.
Kutulis kata yang aku tempelkan di bagian atas sepatuku,
‘Kak Evan, boleh minta nomer handphone?’. Lalu aku julurkan kakiku ke depan, ke tempatnya duduk agar kak Evan dapat membacanya.
Kutulis kata yang aku tempelkan di bagian atas sepatuku,
‘Kak Evan, boleh minta nomer handphone?’. Lalu aku julurkan kakiku ke depan, ke tempatnya duduk agar kak Evan dapat membacanya.
Beraninya
aku. Jantungku seperti ingin meloncat dari rongga dadaku. Aku sesak napas,
lemas.
Ujian selesai, aku terus mengamati kak Evan membenahi diri
dan bersiap beranjak dari bangkunya. Sebelum pergi, dia meninggalkan secuil
kertas di mejaku. Aku membukanya.
Nomor
handphone kak Evan. Oh Tuhan, aku sangat jatuh cinta.
Ujian yang lainnya pun menyusul. Ujian kenaikan kelas saat
ini, dan aku duduk sendiri tanpa ada kakak kelas 3C di dalam ruangan. Mereka
telah lulus, dan aku mendengar kak Evan, cinta pertamaku telah diterima di
salah satu sekolah menengah atas terfavorit di Indonesia. Dia terlalu cerdas.
Dia telah
mundur selangkah lagi, bertambah jauh untuk ku gapai.
Dua tahun berlalu. Aku kini duduk di bangku kelas 3 SMP. Dan
samapai detik ini masih terus mencari kabar tentang kak Evan. Menelusuri namanya
di media sosial yang saat itu bernama ‘facebook’. Dan betapa bahagianya aku.
Kutemukan namanya, dan segera aku mengirimkan pesan lewat inbox.
Entah berapa lama aku menunggu balasannya. Setidaknya balasan
pesannya telah sedikit mengobati rasa rinduku selama 2 tahun terakhir tanpa
kabarnya.
Masa SMPku berakhir. Aku berusaha mengejarnya ke sekolah
favorit itu, namun langkahku gagal. Aku tidak lolos seleksi untuk bertemu
kembali dengan cinta pertamaku.
Aku memasuki masa putih abu-abu. Menikmati masa remaja.
Sedikit melupakan nama ‘Evan Budianto’. Mencoba-coba suatu hal yang disebut
cinta.
Pacar pertamaku, aku begitu mencintainya, hingga 4 bulan
berlalu, dan pacar pertamaku yang begitu kucintai ikut berlalu. Dia lebih
memilih pergi bersama seorang wanita yang ternyata sudah sangat lama dekat
dengannya. Cukup sekali saja. Pacaran, begitu sakit rupanya.
Aku kembali kepada cinta pertamaku.
Kembali mengingatnya saat menunjukkan kepadaku jawaban yang benar itu sembari melukis senyum yang begitu indah di wajahnya.
Kembali mengingatnya saat menunjukkan kepadaku jawaban yang benar itu sembari melukis senyum yang begitu indah di wajahnya.
Lalu kubuka mataku, mengangkat kepalaku dari atas meja kayu
ini. Dan dia tak lagi ada untuk mengerjakan lembar demi lembar soal ujian di
sampingku.
Tahun ke 7. Aku memperoleh lagi kabar tentangmu. Bahagianya
aku. Mungkin ini adalah balasan Tuhan atas segala usahaku yang tak pernah putus
asa memburu kabar tentangmu hampir setiap hari. Mencari-cari alasan agar aku
dapat selalu memperoleh balasan pesan darimu.
Selama ini aku hanya menghibur diri dengan bayangnya. Ilusi
yang kubuat sendiri. Terus-menerus mengulang kejadian 7 tahun silam untuk
mengobati rasa rinduku. Kembali dan kembali kuingat. Dulu sekali, saat dia
masih duduk di bangku sebelahku. Saat dia tersenyum sembari mengajariku jawaban
secara diam-diam.
Sudah 7 tahun ini. Dan aku berhasil mengejarmu hingga ke kota
ini, berharap dapat menemukanmu. Setidaknya kembali melihat senyummu walau
hanya sekali saja. Dan mengungkapkan jika kau adalah cinta pertamaku. Aku tak
peduli betapa murahnya diriku di depanmu. Yang jelas aku cinta padamu, aku
ingin kembali bertemu denganmu. Aku ingin kau tahu, dadaku sesak saat aku
mengingatmu. Setelah itu aku akan pergi jauh.
Aku telah mengagumimu 7 tahun lamanya. Menghibur diri dengan
memutar ilusi yang akan menyoroti bayangan tentang hal yang kau lakukan di
sampingku. Tepat di sebelah bangku yang aku duduki.
Aku tahu,
kau sadar jika aku menyukaimu. Tak mungkin bila kau tak tahu, tentang aku yang
terus memburu kabar tentangmu selama ini.
Entah kau tak melirikku karena kita berbeda pendirian, atau
karena kau sama sekali tidak tertarik denganku. Yang aku tahu, kau begitu sulit
untuk kuraih. Dan yang aku tahu cinta kita berbeda.
Cerpen
karangan : Elda Masitoh
CERPEN 2
Unforgettable
Terus
kupandang wajahnya. Cantik, putih, bersinar… Takkan gue lupakan senyum indah
yang menghiasi wajahnya itu. Dan sampai saat ini tak bisa gue lupakan kejadian
yang sampai merenggut nyawanya.
Namanya
Audy. Saat itu gue sedang mengantarkan Audy ke toilet. Karena gue orang yang
agak jail, gue masukan tikus putih ke toilet yang sedang Audy pakai. Ya karena
Audy Phobia tikus.
Audy
menjerit. “AAAAAaaaaaa, Nindy ada tikus. Tolongin gue Nindy”
Gue hanya
tertawa. Dan saat itu Audy naik ke WC. Dan yang terjadi Audy jatuh tersungkur
ke lantai.
“GEDEBUG”
Suara apa
ya? Gue tengok Audy sudah bercucuran darah di kepala dan kakinya.
Audy segera
dibawa ke rumah sakit. Gue gak boleh ikut, karena gue harus belajar.
Gue pun
pulang dengan membawa salah. gue belum melihat Audy.
Dan saat
esok pagi di sekolah ku dikabarkan teman Audy telah Tiada. Akibat kehabisan
darah dan kaki kanan Audy yang patah.
Gue kaget,
aku segera ke rumah sakit untuk memastikan itu tidak benar. Tapi sudahlah nasi
sudah menjadi bubur. Takkan bisa ku kembalikan lagi seperti semula.
Tak kusangka
Audy meninggalkan kami secepat ini. Meninggalkan keluarga, teman dan sahabat mu
ini.
Ya Allah
Maafkan Aku. Audy Maafin Nindy. Audy…
Gue pun
akhir akhir setelah kepergian Audy banyak bengong, ngelamun, diem. Karena gak
ada Audy. Dari kecil memang gue bareng bareng, sampai gede gue sama Audy
ngekost bareng.
Tak terasa
Air mata ku mengalir. Setiap ku memandangnya.
“Nindy”
Suara Cindy
memecahkan lamunanku.
“Iya Cin?”
Aku menghapus air mataku.
“Lagi
ngapain lo? Liat foto Audy lagi? Udahlah Nin, udah 3 tahun lo kaya gini. Mau
sampe kapan? Audy sudah pergi Nin. Kalo lo nangis terus, Audy nggak bakal
tenang. Audy Cuma butuh Doa yang tulus dari lo dari hati lo” Cindy Nasehatin.
“Maaf Cin,
gue terlalu dalam penyesalan gue apa yang gue lakuin ke dia, seharusnya gue gak
begitu” Gue pun nangis lagi.
“Ya udah
sekarang begini aja. Lo bangun, hapus air mata lo, ganti baju. Abis itu kita
jenguk Audy ke makamnya” Ajak Cindy.
“Sekarang?”
Tanya gue bloon.
“Taun depan”
jawabnya nggak kalah bloon. “Ya sekarang lah onenk”
“Hehehehe..”
Kami sampai
di gerbang TPU. Gue turun dengan baju item item. Gue sama Cindy sampai di
tempat Audy dimakamin. Gue jongkok. Mohon doa sama Allah. Dengan khusyuk gue
berdoa.
Usai berdoa
gue taburin bunga ke atas tanah makam Audy. Setelah itu gue cium batu nisan
Audy bertanda gue sayang sama dia.
Gue jalan
dan Cindy udah di depan.
Gue tengok
lagi makam Audy. Dan gue lihat Audy dengan baju putih, cantik dan bersinar
sedang berdiri di samping makamnya sambil tersenyum.
Gue pun
tersenyum. Mulai sekarang gue berjanji, gak ada tangisan lagi, gak ada bengong
bengongan lagi. Dan mulai sekarang gue harus kuat.
Dan sekarang
ada Cindy menjadi sahabat terbaik gue. Dia selalu ada disaat gue sedihin Audy.
Dia hibur gue, dia bangkitin semangat gue untuk tetap tegar.
Dan mulai
sekarang gue berjanji lagi. Takkan ku buat kecerobohan lagi. Kan ku jaga baik
baik Cindy. Takkan ku biarkan gangguan apapun menangkapnya. Gue rela gantiin
nyawa gue demi dia. Tapi Audy juga gak akan gue lupain. Audy… Cindy… I Love
You.
Cerpen
Karangan: Rara Hegira Hazara
CERPEN 3
LARI!
Lari! Lari!
Lari! Hanya itu yang ada di pikiranku saat ini, ketakutanku ini semakin
menjadi-jadi….
Pagi itu
adalah pagi yang cerah. Di tengah libur panjang ini, pada hari ini aku berniat
untuk menuju ke taman untuk bermain basket dengan teman-temanku seperti biasa.
Oh iya!
Perkenalkan namaku Muhammad Murasakibara 13 tahun, wajahku diatas rata-rata
alias Tampan Menawan (prettt), ayahku adalah orang jepang jadi namaku adalah
nama jepang. Teman-Temanku biasanya memanggilku Muk-kun, Murasakicchi, Bara,
Saki dan lain lain tapi biasanya mereka memanggilku Mukk-kun.
Semuanya
berjalan seperti hari-hari lainnya kecuali satu hal. Yaitu ketika aku pulang ke
rumah dari lapangan, aku melihat ada seorang pria yang berbadan besar-berotot,
bertelanjang dada, mengenakan celana tentara panjang dan dia sedang
berteriak-teriak tentang sesuatu yang tak dapat ku cerna dengan baik di otakku.
tapi ku pikir mungkin itu hanya kuli bangunan yang sedang membangun rumah
tersebut karena rumah itu baru saja di beli.
Keesokan
harinya aku dan teman-teman ku berencana untuk pergi ke warnet, seperti biasa
aku, rizky, rafi, kevin, dan adikku pergi ke warnet naik motor. Sesampainya di
warnet seperti biasa kami langsung menduduki tempat favorit kami, yaitu di
pojok warnet…
Tidak terasa
hari sudah sore, kami berlima memutuskan untuk pulang, di tengah perjalanan
kamu membeli empat buah batu yang berbentuk tanduk, kata penjualnya itu adalah
tanduk kutukan sehingga hanya aku yang tak membelinya karena ketakutan.
Sesampainya
di depan rumah, aku melihat orang yang kemarin masih berdiri di atas genteng
tersebut dan masih melakukan hal yang sama dengan kemarin, tapi kali ini aku
dapat mendengar dengan baik apa yang ia ucapkan. Ternyata selama ini dia
meneriakan kata-kata “MATI LAH KAU” secara berulang-ulang, aku pun merinding
dan bergidik dibuatnya. Dan yang lebih menyeramkan lagi dia sempat memelototi
aku, dan seakan-akan dia akan membunuh-ku!!! Aku pun masuk ke rumah karena
ketakutan setengah mati.
Esok harinya
aku bertanya kepada keluarga, pembantu dan teman-teman ku, tetapi saat aku
tanyakan apakah mereka pernah melihat ada seseorang yang sedang
berteriak-teriak di atas genteng atau tidak, semuanya berkata bahwa tak ada
siapapun dan mereka juga tak mendengar teriakan apapun! Itu membuatku semakin
merinding, dan aku mulai berfikir kalau itu hanyalah imajinasi ku saja.
Hari-hari ku
lewati seperti biasa dan orang itu tetap berada di sana, tetapi ada yang tidak
beres pada orang tersebut saat ini. Entah ini perasaanku saja atau memang
karena besok adalah malah jum’at kliwon dan bulan purnama, tapi mungkin itu
hanya perasaanku saja. Pada malam harinya aku mendengar kabar bahwa seorang
kuli bangunan mati dengan tragis, yaitu mati terkena gergaji mesin, aku makin
ketakutan dan berharap bahwa itu hanyalah imajinasi ku saja, tetapi… tiba tiba
handphone ku berdering aku pun meloncat kaget, “eh mamakk!!!, huhhh aku kira
ada apa ehh ternyata cuman HP”, ternyata yang membuat HP ku berdering adalah
sebuah SMS dari teman ku yang mengatakan bahwa teman ku Rizky meninggal dibunuh
secara tragis, badannya terbelah-belah dan memegang sebuah batu. disitu juga
disertakan foto mayat tersebut. Aku pun bergidik karena jijik, sekaligus ingin
menangis, aku mulai berfikir tentang hal yang tidak-tidak, yaitu dia dibunuh
oleh hantu kuli itu karena dia memiliki batu kutukan itu, sesaat kemudian
seorang Rafi dikabarkan meninggal dengan cara yang sama seperti Rizky. Dan
tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumah ku!!! (jeng jeng jeng jengggg) aku pun
membuka pintunya sambil membayangkan apa yang mengetuk pintu ku, Dan ternyata
itu kevin!!!, “Huh nakutin aje lu”, kataku, “lah napa lu? Hahah”, balasnya, “oh
iya ngomong-ngomong lu mau ngapain ke rumah gue malem-malem gini?”, “yaelah
baru juga jam 7″, “iye dah serah loo, ya udah ngapain lu ke rumah gua?”, “gua
cuman pengen ngecek elo aja, soalnya lu pasti dapet SMS itu juga kan??”,
“oohhh… yang itu, udah jangan diomongin”, “iya-iya, yaudah gua pamit dulu ye!”,
“Lohhh gak mau makan ato minum dulu??” tanya ku basa-basi, “gak usah, yaudah
gua pamit dulu yaa” sambil menaiki motornya dan berjalan pulang, sekitar beberapa
detik kemudian aku mendengar suara tabrakan yang sangat dahsyat, dan saat aku
keluar untuk mengecek, kalau-kalau yang tadi itu Kevin, Dan ternyata benar!!!
Aku melihar jasad kevin dengan badan terbelah jatuh dari motornya dan masih
mengalungi batu kutukan itu!.
Keesokan
harinya aku tak masuk sekolah karena masih trauma, tapi tiba-tiba aku teringat
dengan orang di atas genteng itu, dan saat ku cek dia telah menghilang, aku
lega bahwa orang itu sudah menghilang. Tapi tiba-tiba adikku dikabarkan
menghilang dan tidak ada di sekolah aku pikir dia mungkin pergi bolos atau apa.
Tapi tiba-tiba aku melihat ada mayat adikku di dalam kloset dan dia masih
menggenggam batu kutukan itu, lalu aku pun pingsan.
Gelap… hanya
itu yang dapat ku rasakan. tiba-tiba aku terbangun dan aku berada di sebuah
ruangan dan ruangan itu ternyata adalah rumah tetanggaku lalu si kuli yang ku
duga pembunuh orang-orang tercintaku itu terjun ke bawah. Dan aku melihat dia
membawa gergaji dan siap membunuhku! Dia mengarahkan gergajinya ke muka ku lalu
dia mengayunkan gergajinya tapi meleset. Aku pun segera berlari keluar rumah
dan berlari menuju ke pos satpam. Aku meminta tolong kepada mereka tapi mereka
mengira aku bercanda!!! Aku pun akhirnya memutuskan untuk berlari keluar
komplek agak jauh lalu aku menengok ke belakang ternyata orang itu sedang
membantai para satpam dengan sangat cepat, Tanpa sadar orang itu kini berada di
belakang ku dan besiap untuk menusukku tetapi aku berhasil mengelak, dan
sekarang yang aku tahu pasti hanya satu hal! Yaitu LARI! LARI! LARI!
Cerpen
Karangan: Andii
CERPEN 4
MY FIRST LOVE
Hay,
perkenalkan. Aku Gabby Fadilla, panggil saja Dilla. Hari ini hari pertamaku
duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA).
“Hey! Apa
kau baik-baik saja?” Teriak seseorang. Aku tak mengenalnya. Tapi, mengapa dia
menyapaku? Atau setidaknya menegurku?
Aku hanya
mengangguk. Yap! Selama orangtuaku bercerai aku tak pernah berbicara. Ayah
sangat kasar pada ibu, sehingga ibu meninggalkan ayah. Aku merasa terpuruk
dengan keadaan itu hingga akhirnya aku memutuskan untuk tidak berbicara atau
membuang kunci mulutku ke dasar laut.
“Sungguh
indah pemandangan disini? Mengapa kau tak masuk? Semua -…” tak sempat ia
melanjutkan kata-kata nya. Aku sudah duluan meninggalkan nya.
Akhirnya aku
menemukan kelasku. Dengan segera aku menuju ke bangku deretan kedua dari
belakang. Setelah aku menyimpan tas ku, aku segera duduk memperhatikan
sekelilingku. Semua orang tampak sibuk dengan kegiatan masing-masing.
Kebanyakan dari mereka menceritakan kehidupannya masing-masing.
“Hey, kita
bertemu lagi!” Ucap pria yang tadi. Ia menyimpan tasnya di laci bangku
sebelahku. Kemudian ia duduk.
Anak-anak
pun segera duduk di bangku masing-masing karena guru sudah datang. Bu guru itu
pun duduk lalu mengambil sebuah buku absen siswa dari tasnya.
“Sejak tadi,
kita belum saling mengenal. Namaku Iqbaal” Mengulurkan tangannya, aku hanya
terdiam menatap uluran tangannya
“Gabby
fadillah!” Kata Bu guru yang ternyata sudah mulai sejak tadi mengabsen kami.
“Wahh, nama
yang bagus -…”
Jantungku
berdegup kencang, baru kali ini aku dipuji dengan cara memuji namaku.
“Kalau
begitu aku panggil kau dengan nama Gabby saja”
Aku
menggelengkan kepalaku, ia pun mengerti.
“Kalau
Dilla?”
Akhirnya dia
tahu, segera ku anggukan kepalaku pertanda iya.
Hari berlalu
dengan cepat, kami sudah sangat dekat. Bahkan ada yang bilang bahwa kami itu
bersaudara padahal jelas-jelas kami hanya sebagai sebatas sahabat. Tapi, aku
menganggapnya lebih dari sahabat.
Hari ini
cuaca mendung, tidak seperti biasanya aku pulang bareng Iqbaal. Aku
meninggalkannya di kelas karena ia masih sibuk dengan pekerjaannya. Dan
kebetulan cuaca mendung. Segera kulangkahkan kakiku dengan cepat.
“Hey tunggu!
Mengapa kau meninggalkanku!” Teriak Iqbaal, dari kejauhan. Lebih tepatnya di
belakangku tapi cukup jauh.
Aku terhenti
sejenak untuk menunggunya berjalan datang kepadaku.
Saat ia
sudah di hadapanku, aku tersenyum melihat ke arah langit.
“Ohh mau
hujan yah? Ya udah ayo jalan!” Kami pun melangkahkan kaki kami kembali.
Di tengah
perjalanan, ia sedikit berbincang. Tiba-tiba ia menanyakan hal yang tidak
pernah kuduga
“Bolehkan
aku mendengar suaramu? Setidaknya satu kata saja” Aku kembali terhenti,
menatapnya nanar. Sebenarnya aku ingin melakukannya tetapi tidak bisa.
“Aku -…”
Ucapku, dengan suara sangat kecil sembari menunduk.
Ia tersenyum
“Ayo, kamu mau bilang apa?”
“Aku
menyukaimu!” Aku kaget dengan sendirinya, pipiku merah bagaikan tomat yang baru
dipetik dari kebunnya. Aku membekap mulutku kemudian berlari.
“Akhirnya
kau -…” Lirih Iqbaal
“Bodoh!
Mengapa aku mengatakannya?” Perasaanku campur aduk. Senang bisa mengatakannya
dan Sedih karna hal ini bisa menghancurkan persahabatanku.
Keesokan
harinya, aku sengaja tak menunggunya saat pulang. Aku malu, sangat malu. Aku
juga takut dia akan marah padaku akan hal yang kemarin.
Tanpa
diduga-duga, dia kembali menghampiriku. Awalnya aku kira dia akan memarahiku,
tapi ternyata dugaan ku salah besar.
Dia
memelukku dan mengatakan “Aku juga menyukaimu. Aku cinta sama kamu! Kamu mau
jadi pacarku?” Aku melepas dekapannya, lalu berkata “Aku mau” Dan aku pun
kembali mendekapnya.
Dia adalah
MY FIRST LOVE
Cerpen
Karangan: Yuni Afrianty Alfadilla
PUISI
KEANEHAN
Oleh Adelia
Nurul S
Tatapan Itu
Melumpuhkan
Ketangguhan Jiwaku
Tak Mampu
Tuk Berpaling
Walau
Sendiri Dalam Hening
Saat Kau
Jauh
Hati Ini
Terasa Rapuh
Saat Kau
Dekat
Cinta Ini
Semakin Pekat
Suaramu
Laksana
Ombak Yang Menabrak
Dinding Hati
Ini
Kehadiranmu
Memaksa
Waktu Melambat
Dan Enggan
Bergeliat
Mengapa
Baru Kali
Ini
Kusadari
Engkau
Tambatan Hati
0 komentar: