CERPEN DAN PUISI








CERPEN 1
TUJUH TAHUN


Pacar pertama bukan berarti cinta pertama. Ah, bahkan aku tak mengerti apa itu cinta.

Bel tanda masuk ujian telah berbunyi, sesaat sebelum masuk ruangan ujian, kami telah membicarakan tentang dengan siapa kami akan duduk nanti di dalam kelas. Kami, siswa baru kelas 1C akan duduk bersebelahan dengan kakak kelas 3C. Aku tak peduli, bahkan tentang mata pelajaran yang akan diujikan hari ini saja pun aku sangat tidak peduli.
Hari ini adalah hari pertama aku mengikuti ujian di sekolah menengah pertamaku ini. Ku letakkan kepalaku yang terasa semakin berat di atas meja belajar kelas. Test belum dimulai pun kepalaku sudah terasa sangat berat.
Dengan kepala yang masih kuletakkan di atas meja, aku melihatmu duduk di sampingku. Kau terlihat begitu siap. Duduk dan meletakkan segala macam jenis alat tulismu yang begitu lengkap, tak seperti aku yang hanya membawa sebatang pensil, bolpoin, dan secuil penghapus. Aku tertawa dalam hati, kau pria yang lucu yang telah mempersiapkan segala sesuatu dengan sempurna, begitu jauh berbeda denganku.
Aku memperhatikanmu yang tak sadar jika sedang ku amati. Melihatmu menunggu guru memberikan lembaran soal yang siap untuk kau santap. Kau terlihat begitu cerdas dimataku. Sesuatu yang terlihat menarik untukku. Yang memaksa mataku untuk terus melirik ke arahmu.
Soal telah tertumpuk di hadapan kita. Siap membuat otak dan pikiranku belingsatan. Sembari menunggu bel tanda mengerjakan berbunyi, kita sama-sama memanjatkan doa kepada sang pencipta. Dari situ aku tahu, kita berbeda ajaran. Aku menundukkan kepalaku untuk berdoa memohon kepada penciptaku agar memperoleh kemudahan di hari awal aku mengikuti ujian tengah semester SMP ku. Dan kau, mengaitkan jemari kedua tanganmu untuk memohon kepada Tuhan mu atas permohonan ujian yang sudah sering kau lewatkan di sekolah ini.
Sedikit kecewa. Menyadari kenyataan, kau selangkah menjauh dari khayalanku.
Selesai berdoa, aku gadis kecil yang tak bisa diam dengan berani mananyakan namamu.
“kakak, namanya?”
“ha?” aku tahu pertanyaanku begitu tidak jelas dan ambigu mungkin, hingga kau hanya menjawab dengan sepotong pertanyaan ‘ha?’. Ah begitu lucu dirimu.
“iya, nama kakak siapa?”.
“oh, Evan”. Jawabnya sepotong lagi.
“aku Sita. Nggak Tanya ya? Ya udah”. Aku menyambung. Sengaja membuat pertanyaan dan jawaban sendiri untuk menghibur diri. Sedikit kesal dengan sikapnya yang begitu dingin. Obrolan di hari pertama yang sangat singkat. Tidak seperti teman-temanku yang lain yang telang mengobrol akrab dengan kakak kelas yang duduk di sebelahnya.
Hari pertama berakhir.
Hari ini, hari kedua ujian berlangsung. Dan aku lupa dengan namanya. Kakak kelas yang sedingin kulkas itu. Bel masuk berbunyi, kami pun segera masuk dan menempati kursi kami masing-masing.
Waktu untuk mengisi data diri pada lembar jawab milik kami. Aku berusaha melirik lembar jawab milik kakak kelas di sampingku. ‘Evan Budianto’. Yah. Akan ku ingat namanya.
Hari kedua berlalu, dan sama sekali tidak ada obrolan di antara kami berdua. Begitu pula dengan hari seterusnya.
Hari ini, hari terakhir ujian tengah semester. Betapa bahagianya diriku. Aku merasa seperti melihat cahaya surga setelah sekian lama berjalan di atas panasnya neraka. Baiklah, mungkin itu sedikit berlebihan.
Tak kuduga, saat aku tengah belingsatan mencari jawaban yang benar di antara yang benar dalam lembar soalku, sesuatu yang kuanggap sebagai keajaiban terjadi. mungkin agar pengawas tidak melihatnya jika dia sedang mengajariku, kak evan menunjukkan jawaban untukku dengan bolpoinnya.. Seketika itu aku mengalihkan pandanganku ke arah wajahnya. Dia tersenyum. Manis sekali.
Keajaiban yang kurasakan, untuk pertama kali. Aku jatuh cinta.
Bel tanda ujian berakhir berbunyi. Seharusnya aku bahagia ujian telah selesai. Namun entah mengapa, aku merasa sedikit kecewa, mengapa ujian ini memisahkan aku dengan cinta pertamaku?
Setelah ujian berakhir, aku begitu berubah. Aku begitu bersemangat untuk berangat sekolah. Mencari tempat duduk di kelas yang berdekatan dengan jendela, agar aku bisa melihat kak Evan dari kelasku, karena memang kelas 1C dan 3C berseberangan. Begini rasanya cinta. Mencari-cari alasan untuk keluar kelas agar bisa mengamatinya dari dekat. Degup jantung terasa semakin cepat, dan sulit sekali untuk mengatur napas.
Berbulan-bulan setelahya, Ujian kembali diadakan. Kelas 1C kembali dihadapkan dengan kelas 3C. Aku begitu bahagia. Bukankah aku akan duduk sebangku lagi dengan kak Evan?
Kebahagiaan itu memudar ketika aku memasuki ruangan, dan kak Evan tidak lagi duduk di sampingku, melainkan duduk di depanku. Ah masa bodoh, aku jatuh cinta.
Kutulis kata yang aku tempelkan di bagian atas sepatuku,
‘Kak Evan, boleh minta nomer handphone?’. Lalu aku julurkan kakiku ke depan, ke tempatnya duduk agar kak Evan dapat membacanya.
Beraninya aku. Jantungku seperti ingin meloncat dari rongga dadaku. Aku sesak napas, lemas.
Ujian selesai, aku terus mengamati kak Evan membenahi diri dan bersiap beranjak dari bangkunya. Sebelum pergi, dia meninggalkan secuil kertas di mejaku. Aku membukanya.
Nomor handphone kak Evan. Oh Tuhan, aku sangat jatuh cinta.
Ujian yang lainnya pun menyusul. Ujian kenaikan kelas saat ini, dan aku duduk sendiri tanpa ada kakak kelas 3C di dalam ruangan. Mereka telah lulus, dan aku mendengar kak Evan, cinta pertamaku telah diterima di salah satu sekolah menengah atas terfavorit di Indonesia. Dia terlalu cerdas.
Dia telah mundur selangkah lagi, bertambah jauh untuk ku gapai.
Dua tahun berlalu. Aku kini duduk di bangku kelas 3 SMP. Dan samapai detik ini masih terus mencari kabar tentang kak Evan. Menelusuri namanya di media sosial yang saat itu bernama ‘facebook’. Dan betapa bahagianya aku. Kutemukan namanya, dan segera aku mengirimkan pesan lewat inbox.
Entah berapa lama aku menunggu balasannya. Setidaknya balasan pesannya telah sedikit mengobati rasa rinduku selama 2 tahun terakhir tanpa kabarnya.
Masa SMPku berakhir. Aku berusaha mengejarnya ke sekolah favorit itu, namun langkahku gagal. Aku tidak lolos seleksi untuk bertemu kembali dengan cinta pertamaku.
Aku memasuki masa putih abu-abu. Menikmati masa remaja. Sedikit melupakan nama ‘Evan Budianto’. Mencoba-coba suatu hal yang disebut cinta.
Pacar pertamaku, aku begitu mencintainya, hingga 4 bulan berlalu, dan pacar pertamaku yang begitu kucintai ikut berlalu. Dia lebih memilih pergi bersama seorang wanita yang ternyata sudah sangat lama dekat dengannya. Cukup sekali saja. Pacaran, begitu sakit rupanya.
Aku kembali kepada cinta pertamaku.
Kembali mengingatnya saat menunjukkan kepadaku jawaban yang benar itu sembari melukis senyum yang begitu indah di wajahnya.
Lalu kubuka mataku, mengangkat kepalaku dari atas meja kayu ini. Dan dia tak lagi ada untuk mengerjakan lembar demi lembar soal ujian di sampingku.
Tahun ke 7. Aku memperoleh lagi kabar tentangmu. Bahagianya aku. Mungkin ini adalah balasan Tuhan atas segala usahaku yang tak pernah putus asa memburu kabar tentangmu hampir setiap hari. Mencari-cari alasan agar aku dapat selalu memperoleh balasan pesan darimu.
Selama ini aku hanya menghibur diri dengan bayangnya. Ilusi yang kubuat sendiri. Terus-menerus mengulang kejadian 7 tahun silam untuk mengobati rasa rinduku. Kembali dan kembali kuingat. Dulu sekali, saat dia masih duduk di bangku sebelahku. Saat dia tersenyum sembari mengajariku jawaban secara diam-diam.
Sudah 7 tahun ini. Dan aku berhasil mengejarmu hingga ke kota ini, berharap dapat menemukanmu. Setidaknya kembali melihat senyummu walau hanya sekali saja. Dan mengungkapkan jika kau adalah cinta pertamaku. Aku tak peduli betapa murahnya diriku di depanmu. Yang jelas aku cinta padamu, aku ingin kembali bertemu denganmu. Aku ingin kau tahu, dadaku sesak saat aku mengingatmu. Setelah itu aku akan pergi jauh.
Aku telah mengagumimu 7 tahun lamanya. Menghibur diri dengan memutar ilusi yang akan menyoroti bayangan tentang hal yang kau lakukan di sampingku. Tepat di sebelah bangku yang aku duduki.
Aku tahu, kau sadar jika aku menyukaimu. Tak mungkin bila kau tak tahu, tentang aku yang terus memburu kabar tentangmu selama ini.
Entah kau tak melirikku karena kita berbeda pendirian, atau karena kau sama sekali tidak tertarik denganku. Yang aku tahu, kau begitu sulit untuk kuraih. Dan yang aku tahu cinta kita berbeda.

Cerpen karangan : Elda Masitoh






CERPEN 2
Unforgettable

Terus kupandang wajahnya. Cantik, putih, bersinar… Takkan gue lupakan senyum indah yang menghiasi wajahnya itu. Dan sampai saat ini tak bisa gue lupakan kejadian yang sampai merenggut nyawanya.

Namanya Audy. Saat itu gue sedang mengantarkan Audy ke toilet. Karena gue orang yang agak jail, gue masukan tikus putih ke toilet yang sedang Audy pakai. Ya karena Audy Phobia tikus.
Audy menjerit. “AAAAAaaaaaa, Nindy ada tikus. Tolongin gue Nindy”
Gue hanya tertawa. Dan saat itu Audy naik ke WC. Dan yang terjadi Audy jatuh tersungkur ke lantai.
“GEDEBUG”
Suara apa ya? Gue tengok Audy sudah bercucuran darah di kepala dan kakinya.
Audy segera dibawa ke rumah sakit. Gue gak boleh ikut, karena gue harus belajar.
Gue pun pulang dengan membawa salah. gue belum melihat Audy.

Dan saat esok pagi di sekolah ku dikabarkan teman Audy telah Tiada. Akibat kehabisan darah dan kaki kanan Audy yang patah.
Gue kaget, aku segera ke rumah sakit untuk memastikan itu tidak benar. Tapi sudahlah nasi sudah menjadi bubur. Takkan bisa ku kembalikan lagi seperti semula.

Tak kusangka Audy meninggalkan kami secepat ini. Meninggalkan keluarga, teman dan sahabat mu ini.
Ya Allah Maafkan Aku. Audy Maafin Nindy. Audy…

Gue pun akhir akhir setelah kepergian Audy banyak bengong, ngelamun, diem. Karena gak ada Audy. Dari kecil memang gue bareng bareng, sampai gede gue sama Audy ngekost bareng.
Tak terasa Air mata ku mengalir. Setiap ku memandangnya.

“Nindy”
Suara Cindy memecahkan lamunanku.
“Iya Cin?” Aku menghapus air mataku.
“Lagi ngapain lo? Liat foto Audy lagi? Udahlah Nin, udah 3 tahun lo kaya gini. Mau sampe kapan? Audy sudah pergi Nin. Kalo lo nangis terus, Audy nggak bakal tenang. Audy Cuma butuh Doa yang tulus dari lo dari hati lo” Cindy Nasehatin.
“Maaf Cin, gue terlalu dalam penyesalan gue apa yang gue lakuin ke dia, seharusnya gue gak begitu” Gue pun nangis lagi.
“Ya udah sekarang begini aja. Lo bangun, hapus air mata lo, ganti baju. Abis itu kita jenguk Audy ke makamnya” Ajak Cindy.
“Sekarang?” Tanya gue bloon.
“Taun depan” jawabnya nggak kalah bloon. “Ya sekarang lah onenk”
“Hehehehe..”

Kami sampai di gerbang TPU. Gue turun dengan baju item item. Gue sama Cindy sampai di tempat Audy dimakamin. Gue jongkok. Mohon doa sama Allah. Dengan khusyuk gue berdoa.
Usai berdoa gue taburin bunga ke atas tanah makam Audy. Setelah itu gue cium batu nisan Audy bertanda gue sayang sama dia.

Gue jalan dan Cindy udah di depan.
Gue tengok lagi makam Audy. Dan gue lihat Audy dengan baju putih, cantik dan bersinar sedang berdiri di samping makamnya sambil tersenyum.
Gue pun tersenyum. Mulai sekarang gue berjanji, gak ada tangisan lagi, gak ada bengong bengongan lagi. Dan mulai sekarang gue harus kuat.
Dan sekarang ada Cindy menjadi sahabat terbaik gue. Dia selalu ada disaat gue sedihin Audy. Dia hibur gue, dia bangkitin semangat gue untuk tetap tegar.
Dan mulai sekarang gue berjanji lagi. Takkan ku buat kecerobohan lagi. Kan ku jaga baik baik Cindy. Takkan ku biarkan gangguan apapun menangkapnya. Gue rela gantiin nyawa gue demi dia. Tapi Audy juga gak akan gue lupain. Audy… Cindy… I Love You.

Cerpen Karangan: Rara Hegira Hazara




CERPEN 3
LARI!


Lari! Lari! Lari! Hanya itu yang ada di pikiranku saat ini, ketakutanku ini semakin menjadi-jadi….

Pagi itu adalah pagi yang cerah. Di tengah libur panjang ini, pada hari ini aku berniat untuk menuju ke taman untuk bermain basket dengan teman-temanku seperti biasa.

Oh iya! Perkenalkan namaku Muhammad Murasakibara 13 tahun, wajahku diatas rata-rata alias Tampan Menawan (prettt), ayahku adalah orang jepang jadi namaku adalah nama jepang. Teman-Temanku biasanya memanggilku Muk-kun, Murasakicchi, Bara, Saki dan lain lain tapi biasanya mereka memanggilku Mukk-kun.

Semuanya berjalan seperti hari-hari lainnya kecuali satu hal. Yaitu ketika aku pulang ke rumah dari lapangan, aku melihat ada seorang pria yang berbadan besar-berotot, bertelanjang dada, mengenakan celana tentara panjang dan dia sedang berteriak-teriak tentang sesuatu yang tak dapat ku cerna dengan baik di otakku. tapi ku pikir mungkin itu hanya kuli bangunan yang sedang membangun rumah tersebut karena rumah itu baru saja di beli.

Keesokan harinya aku dan teman-teman ku berencana untuk pergi ke warnet, seperti biasa aku, rizky, rafi, kevin, dan adikku pergi ke warnet naik motor. Sesampainya di warnet seperti biasa kami langsung menduduki tempat favorit kami, yaitu di pojok warnet…

Tidak terasa hari sudah sore, kami berlima memutuskan untuk pulang, di tengah perjalanan kamu membeli empat buah batu yang berbentuk tanduk, kata penjualnya itu adalah tanduk kutukan sehingga hanya aku yang tak membelinya karena ketakutan.

Sesampainya di depan rumah, aku melihat orang yang kemarin masih berdiri di atas genteng tersebut dan masih melakukan hal yang sama dengan kemarin, tapi kali ini aku dapat mendengar dengan baik apa yang ia ucapkan. Ternyata selama ini dia meneriakan kata-kata “MATI LAH KAU” secara berulang-ulang, aku pun merinding dan bergidik dibuatnya. Dan yang lebih menyeramkan lagi dia sempat memelototi aku, dan seakan-akan dia akan membunuh-ku!!! Aku pun masuk ke rumah karena ketakutan setengah mati.

Esok harinya aku bertanya kepada keluarga, pembantu dan teman-teman ku, tetapi saat aku tanyakan apakah mereka pernah melihat ada seseorang yang sedang berteriak-teriak di atas genteng atau tidak, semuanya berkata bahwa tak ada siapapun dan mereka juga tak mendengar teriakan apapun! Itu membuatku semakin merinding, dan aku mulai berfikir kalau itu hanyalah imajinasi ku saja.

Hari-hari ku lewati seperti biasa dan orang itu tetap berada di sana, tetapi ada yang tidak beres pada orang tersebut saat ini. Entah ini perasaanku saja atau memang karena besok adalah malah jum’at kliwon dan bulan purnama, tapi mungkin itu hanya perasaanku saja. Pada malam harinya aku mendengar kabar bahwa seorang kuli bangunan mati dengan tragis, yaitu mati terkena gergaji mesin, aku makin ketakutan dan berharap bahwa itu hanyalah imajinasi ku saja, tetapi… tiba tiba handphone ku berdering aku pun meloncat kaget, “eh mamakk!!!, huhhh aku kira ada apa ehh ternyata cuman HP”, ternyata yang membuat HP ku berdering adalah sebuah SMS dari teman ku yang mengatakan bahwa teman ku Rizky meninggal dibunuh secara tragis, badannya terbelah-belah dan memegang sebuah batu. disitu juga disertakan foto mayat tersebut. Aku pun bergidik karena jijik, sekaligus ingin menangis, aku mulai berfikir tentang hal yang tidak-tidak, yaitu dia dibunuh oleh hantu kuli itu karena dia memiliki batu kutukan itu, sesaat kemudian seorang Rafi dikabarkan meninggal dengan cara yang sama seperti Rizky. Dan tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumah ku!!! (jeng jeng jeng jengggg) aku pun membuka pintunya sambil membayangkan apa yang mengetuk pintu ku, Dan ternyata itu kevin!!!, “Huh nakutin aje lu”, kataku, “lah napa lu? Hahah”, balasnya, “oh iya ngomong-ngomong lu mau ngapain ke rumah gue malem-malem gini?”, “yaelah baru juga jam 7″, “iye dah serah loo, ya udah ngapain lu ke rumah gua?”, “gua cuman pengen ngecek elo aja, soalnya lu pasti dapet SMS itu juga kan??”, “oohhh… yang itu, udah jangan diomongin”, “iya-iya, yaudah gua pamit dulu ye!”, “Lohhh gak mau makan ato minum dulu??” tanya ku basa-basi, “gak usah, yaudah gua pamit dulu yaa” sambil menaiki motornya dan berjalan pulang, sekitar beberapa detik kemudian aku mendengar suara tabrakan yang sangat dahsyat, dan saat aku keluar untuk mengecek, kalau-kalau yang tadi itu Kevin, Dan ternyata benar!!! Aku melihar jasad kevin dengan badan terbelah jatuh dari motornya dan masih mengalungi batu kutukan itu!.

Keesokan harinya aku tak masuk sekolah karena masih trauma, tapi tiba-tiba aku teringat dengan orang di atas genteng itu, dan saat ku cek dia telah menghilang, aku lega bahwa orang itu sudah menghilang. Tapi tiba-tiba adikku dikabarkan menghilang dan tidak ada di sekolah aku pikir dia mungkin pergi bolos atau apa. Tapi tiba-tiba aku melihat ada mayat adikku di dalam kloset dan dia masih menggenggam batu kutukan itu, lalu aku pun pingsan.

Gelap… hanya itu yang dapat ku rasakan. tiba-tiba aku terbangun dan aku berada di sebuah ruangan dan ruangan itu ternyata adalah rumah tetanggaku lalu si kuli yang ku duga pembunuh orang-orang tercintaku itu terjun ke bawah. Dan aku melihat dia membawa gergaji dan siap membunuhku! Dia mengarahkan gergajinya ke muka ku lalu dia mengayunkan gergajinya tapi meleset. Aku pun segera berlari keluar rumah dan berlari menuju ke pos satpam. Aku meminta tolong kepada mereka tapi mereka mengira aku bercanda!!! Aku pun akhirnya memutuskan untuk berlari keluar komplek agak jauh lalu aku menengok ke belakang ternyata orang itu sedang membantai para satpam dengan sangat cepat, Tanpa sadar orang itu kini berada di belakang ku dan besiap untuk menusukku tetapi aku berhasil mengelak, dan sekarang yang aku tahu pasti hanya satu hal! Yaitu LARI! LARI! LARI!

Cerpen Karangan: Andii





CERPEN 4
MY FIRST LOVE


Hay, perkenalkan. Aku Gabby Fadilla, panggil saja Dilla. Hari ini hari pertamaku duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA).

“Hey! Apa kau baik-baik saja?” Teriak seseorang. Aku tak mengenalnya. Tapi, mengapa dia menyapaku? Atau setidaknya menegurku?
Aku hanya mengangguk. Yap! Selama orangtuaku bercerai aku tak pernah berbicara. Ayah sangat kasar pada ibu, sehingga ibu meninggalkan ayah. Aku merasa terpuruk dengan keadaan itu hingga akhirnya aku memutuskan untuk tidak berbicara atau membuang kunci mulutku ke dasar laut.

“Sungguh indah pemandangan disini? Mengapa kau tak masuk? Semua -…” tak sempat ia melanjutkan kata-kata nya. Aku sudah duluan meninggalkan nya.

Akhirnya aku menemukan kelasku. Dengan segera aku menuju ke bangku deretan kedua dari belakang. Setelah aku menyimpan tas ku, aku segera duduk memperhatikan sekelilingku. Semua orang tampak sibuk dengan kegiatan masing-masing. Kebanyakan dari mereka menceritakan kehidupannya masing-masing.

“Hey, kita bertemu lagi!” Ucap pria yang tadi. Ia menyimpan tasnya di laci bangku sebelahku. Kemudian ia duduk.

Anak-anak pun segera duduk di bangku masing-masing karena guru sudah datang. Bu guru itu pun duduk lalu mengambil sebuah buku absen siswa dari tasnya.

“Sejak tadi, kita belum saling mengenal. Namaku Iqbaal” Mengulurkan tangannya, aku hanya terdiam menatap uluran tangannya

“Gabby fadillah!” Kata Bu guru yang ternyata sudah mulai sejak tadi mengabsen kami.

“Wahh, nama yang bagus -…”
Jantungku berdegup kencang, baru kali ini aku dipuji dengan cara memuji namaku.

“Kalau begitu aku panggil kau dengan nama Gabby saja”
Aku menggelengkan kepalaku, ia pun mengerti.

“Kalau Dilla?”
Akhirnya dia tahu, segera ku anggukan kepalaku pertanda iya.

Hari berlalu dengan cepat, kami sudah sangat dekat. Bahkan ada yang bilang bahwa kami itu bersaudara padahal jelas-jelas kami hanya sebagai sebatas sahabat. Tapi, aku menganggapnya lebih dari sahabat.

Hari ini cuaca mendung, tidak seperti biasanya aku pulang bareng Iqbaal. Aku meninggalkannya di kelas karena ia masih sibuk dengan pekerjaannya. Dan kebetulan cuaca mendung. Segera kulangkahkan kakiku dengan cepat.

“Hey tunggu! Mengapa kau meninggalkanku!” Teriak Iqbaal, dari kejauhan. Lebih tepatnya di belakangku tapi cukup jauh.

Aku terhenti sejenak untuk menunggunya berjalan datang kepadaku.
Saat ia sudah di hadapanku, aku tersenyum melihat ke arah langit.

“Ohh mau hujan yah? Ya udah ayo jalan!” Kami pun melangkahkan kaki kami kembali.
Di tengah perjalanan, ia sedikit berbincang. Tiba-tiba ia menanyakan hal yang tidak pernah kuduga
“Bolehkan aku mendengar suaramu? Setidaknya satu kata saja” Aku kembali terhenti, menatapnya nanar. Sebenarnya aku ingin melakukannya tetapi tidak bisa.
“Aku -…” Ucapku, dengan suara sangat kecil sembari menunduk.
Ia tersenyum “Ayo, kamu mau bilang apa?”
“Aku menyukaimu!” Aku kaget dengan sendirinya, pipiku merah bagaikan tomat yang baru dipetik dari kebunnya. Aku membekap mulutku kemudian berlari.
“Akhirnya kau -…” Lirih Iqbaal

“Bodoh! Mengapa aku mengatakannya?” Perasaanku campur aduk. Senang bisa mengatakannya dan Sedih karna hal ini bisa menghancurkan persahabatanku.

Keesokan harinya, aku sengaja tak menunggunya saat pulang. Aku malu, sangat malu. Aku juga takut dia akan marah padaku akan hal yang kemarin.
Tanpa diduga-duga, dia kembali menghampiriku. Awalnya aku kira dia akan memarahiku, tapi ternyata dugaan ku salah besar.
Dia memelukku dan mengatakan “Aku juga menyukaimu. Aku cinta sama kamu! Kamu mau jadi pacarku?” Aku melepas dekapannya, lalu berkata “Aku mau” Dan aku pun kembali mendekapnya.

Dia adalah MY FIRST LOVE

Cerpen Karangan: Yuni Afrianty Alfadilla





PUISI


KEANEHAN
Oleh Adelia Nurul S

Tatapan Itu
Melumpuhkan Ketangguhan Jiwaku
Tak Mampu Tuk Berpaling
Walau Sendiri Dalam Hening

Saat Kau Jauh
Hati Ini Terasa Rapuh
Saat Kau Dekat
Cinta Ini Semakin Pekat

Suaramu
Laksana Ombak Yang Menabrak
Dinding Hati Ini

Kehadiranmu
Memaksa Waktu Melambat
Dan Enggan Bergeliat

Mengapa
Baru Kali Ini
Kusadari
Engkau Tambatan Hati






 
 

0 komentar: